Minggu, 10 Oktober 2010

Poems/Puisi

Kota Tua

Ringkik jengkrik mengalung malam di musim tak tentu. Mengangkat kuduk menebar takut melewati kelam tiada cahaya. Alunan histeris serak burug hantu meneriaki waktu. Sepoi angin menembus tembok meruntuh hangat mengukung kota tua di bulan yang tak terang.

Guguk anjing meronta di bawa gaung angin. Eak bayi merengek mimi di terbang senyap sayup. Merobek hitam tak tembus mata di hari yang layu.

Sobekan nurani tercecer di setapak-setapak makam. Kucing meloncat di antara nisan pejuang yang urak. Lampu rumah jaga berkelok mengudung tuan lelap menanti fajar.

Lengang nian jalan antara rumah bekas zaman lalu. Rontok tembok berlubang peluru di masa dahulu. Coretan masa menoda pagar di tikungan buntu. Menanda insan kota tua hampir punah.

Rubuh malam, pergi hitam, mentari menimpa antara dahan-dahan cemara. Menembus celah tebing harta idaman. Hidup tetap merayap setengah napas. Kota tua dikenang setengah orang.

Q. C. Manila October 2010


Cerita Tentang Musim tak Tentu

Hujan datang mengirim panas badai gerah melontar dingin. Hiruk orang berlari memayung. Panas bumi mengurak sungai. Kocak waktu dikacau angin. Sobek massa dihalau musim. Korban hidup mematung mati.
Sayup-sayup maut menebar hambus. Kolam-kolam memerah menutup teratap dataran. Sepi senyap sambutan malam. Kelam mendung rampas topan.
Ini dosa awal tahun di musim tak tentu milik iblis. Kita terlampau foya antara harta yang bukan milik, merampas rakus-merobek keji antara waktu yang lalu seolah pencipta.
Waktu...waktu...menuai mampus di teriak laut. Memohon tolong, langit meruntuh ejek. Akhir bahagia hanya keabadaian saat indah menutup mata di musim tak tentu

Q. C. Manila October 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar